Menurut World Bank, pengertian Good Corporate
Governance (GCG) adalah kumpulan kaidah hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang
wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja
secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. (Hassel Nogi
S Tangkilisan, Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance, Balaiurang
& Co. Yogyakarta, 2003, hal.12).
Lima tujuan utama prinsip Good Corporate
Governance yaitu (Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance, Konsep dan
Penerapannya dalam Konteks Indonesia, PT Ray Indonesia, Jakarta, 2005, hal 5)
melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan
para the stakeholders non pemegang saham, meningkatkan effisiensi dan
efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen
perusahaan serta meningkatkan hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
Penerapan Good Corporate Governance bukan semata-mata mencakup relasi dalam pemerintahan, melainkan mencakup relasi sinergis dan sejajar antara pasar, pemerintah dan masyarakat sipil. Gagasan kesejajaran ini mengandung arti akan pentingnya redefinisi peran dan hubungan ketiga institusi ini dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik dan kebudayaan yang tersedia dalam masyarakat. Para penganjur pendekatan ini membayangkan munculnya hubungan yang sinergis antara ketiga institusi sehingga terwujud penyelenggaraan negara yang bersih, responsive, bertanggung jawab, semaraknya kehidupan masyarakat sipil serta kehidupan pasar/bisnis yang kompetitif dan bertanggung jawab.
Penerapan Good Corporate Governance bukan semata-mata mencakup relasi dalam pemerintahan, melainkan mencakup relasi sinergis dan sejajar antara pasar, pemerintah dan masyarakat sipil. Gagasan kesejajaran ini mengandung arti akan pentingnya redefinisi peran dan hubungan ketiga institusi ini dalam mengelola sumberdaya ekonomi, politik dan kebudayaan yang tersedia dalam masyarakat. Para penganjur pendekatan ini membayangkan munculnya hubungan yang sinergis antara ketiga institusi sehingga terwujud penyelenggaraan negara yang bersih, responsive, bertanggung jawab, semaraknya kehidupan masyarakat sipil serta kehidupan pasar/bisnis yang kompetitif dan bertanggung jawab.
Salah satu agenda yang harus dilaksanakan dalam
pencapaian Good Corporate Governance adalah pemberantasan Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme (KKN). KKN merupakan penyebab utama dari tidak berfungsinya hukum di
Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya dua cara; pertama dengan
cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya penanggulangan (represif). Upaya
pencegahan dilakukan dengan cara memberi jaminan hukum bagi perwujudan
pemerintahan terbuka (open government) dengan memberikan jaminan kepada hak
publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi,
hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan
bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.
Salah satu kegiatan pemerintah dalam
pelaksanaan APBN yang diindikasikan adanya tindakan KKN adalah pada tahap
pengadaan barang dan jasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa Pengadaan barang/jasa
pemerintah di Indonesia masih menduduki peran yang sangat penting untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi. Dikarenakan jumlah uang yang berputar cukup
besar, keterlibatan dunia usaha dan birokrat publik juga sangat besar. Oleh
karena itu, Pengadaan barang/jasa pemerintah dapat menjadi sarana yang cukup
memadai untuk memperbaiki perilaku dunia usaha dan birokrat publik secara
menyeluruh, terutama sebagai alat untuk memulai penyelenggaraan pemerintah yang
baik (good governance).
Selama ini Pengadaan barang/jasa pemerintah
masih menghadapi kendala yang sangat serius. Tata cara Pengadaan barang/jasa
pemerintah hanya dijalankan untuk memenuhi persyaratan formal tanpa memahami
latar belakang, essensi, maksud dan tujuan dari suatu peraturan. Karena itu
hasilnya dapat kita saksikan bersama. Hampir seluruh hasil dari proses
Pengadaan barang/jasa pemerintah menghasilkan harga yang lebih tinggi dari
harga pasar dan sering dengan kualitas yang kurang memadai serta dengan lingkup
kerja yang kurang dari yang dipersyaratkan.
Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
merebak dan merajalela di bidang Pengadaan barang/jasa pemerintah. Kerugian
yang diakibatkan oleh praktek tersebut juga sangat memberatkan keuangan Negara
karena yang menikmati kebocoran tersebut adalah individu atau orang tertentu
diatas kerugian dan kesengsaraan masyarakat luas. Penyempurnaan aturan
perundang-undangan, pelatihan pemahaman kepada seluruh pengelola Pengadaan
barang/jasa pemerintah dan perbaikan proses Pengadaan barang/jasa pemerintah
untuk menguerangi kebocoran anggaran yang menjadi aspek penting dalam reformasi
keuangan Negara yang dilakukan beberapa tahun belakangan ini.
Hakekatnya esensi, tujuan dan maksud Pengadaan
barang/jasa pemerintah tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya maka kedua
belah pihak yaitu pihak pengguna dan pihak penyedia harus selalu berpedoman
kepada filosofi dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah, tunduk kepada etika dan
norma Pengadaan barang/jasa pemerintah yang berlaku, mengikuti dan memahami
prinsip-prinsip dasar Pengadaan barang/jasa pemerintah, serta menjalankan
metoda dan proses Pengadaan barang/jasa pemerintah yang telah berlaku.
Sesuai dengan Prisnisp-prinsip dasar Pengadaan
barang/jasa pemerintah yang tercantum dalam Keppres Nomor 80 tahun 2003 pasal 3
menyebutkan Pengadaan barang/jasa pemerintah wajib menerapkan prinsip-prinsip :
1. Efisien, berarti Pengadaan barang/jasa pemerintah harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Efektif berarti Pengadaan barang/jasa
pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
3. Terbuka dan bersaing berarti Pengadaan
barang/jasa pemerintah harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi
persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia
barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/criteria tertentu berdasarkan
kektentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.
4. Transparan berarti semua ketentuan dan
informasi mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk syarat teknis
administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
penyedia barang/jasa, sifatnya terbuaka bagi peserta penyedia barang/jasa yang
berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya.
5. Adil/tidak diskriminatif berarti memberikan
perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah
untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu dengan dan atau alas an apapun.
6. Akuntabel berarti harus mencapai sasaran
baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta
ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Sedangkan etika dalam Pengadaan barang/jasa pemerintah terdapat dalam pasal 5 Keppres Nomor 80 tahun 2003 yaitu :
Sedangkan etika dalam Pengadaan barang/jasa pemerintah terdapat dalam pasal 5 Keppres Nomor 80 tahun 2003 yaitu :
1. Melaksanakan tugas secara tertib disertai
rasa tanggunjawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya
tujuan Pengadaan barang/jasa.
2. Bekerja secara professional dan mandiri atas
dasar kejujuran serta menjaga kerahasian dokumen Pengadaan barang/jasa yang
seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan
barang/jasa.
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung
maupun tidak langsung untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan
tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggunjawab atas segala
keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
5. Menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, langsung maupun tidak
langsung dalam proses Pengadaan barang/jasa
6. Menghindari dan mencegah terjadinya
pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam Pengadaan barang/jasa.
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan
wewenang dan atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau
pihak lain yang secara langsung tidak langsung merugikan keuangan Negara.
8. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada
siapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan Pengadaan
barang/jasa.
Penerapan Good Corporate Governance agar dapat
mengurangi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa di instansi Pemerintah
maka pemanfaatan teknologi informasi (e-government, e-procurement, information technology)
adalah sesuatu yang mutlak, sehingga calo-calo/preman-preman proyek pemerintah
bisa dihilangkan dan juga dapat menghemat biaya administrasi.
Instansi Pemerintah sebagai pihak penyelenggara
Pengadaan barang/jasa Pemerintah harus berkomitmen harus selalu mendukung
pemerintahan yang bersih (clean government) melalui penandatanganan pakta
integritas. Dalam Pasal 1 Keppres No.80/2003 mengenai pedoman pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pemerintah disebutkan bahwa yang dimaksud Pakta
Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna
barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa yang
berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan KKN dalam pelaksanaan pengadaan
barang/jasa.
Pakta Integritas merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor publik maupun penawar dari pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta tersebut dipantau dan diawasi baik oleh organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu. Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua belah pihak.
Pakta Integritas merupakan suatu bentuk kesepakatan tertulis mengenai tranparansi dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa barang publik melalui dokumen-dokumen yang terkait, yang ditandatangani kedua belah pihak, baik sektor publik maupun penawar dari pihak swasta. Pelaksanaan dari Pakta tersebut dipantau dan diawasi baik oleh organisasi masyarakat madani maupun oleh suatu badan independen dari pemerintah atau swasta yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut atau yang memang sudah ada dan tidak terkait dalam proses pengadaan barang dan jasa itu. Komponen penting lainnya dalam pakta ini adalah mekanisme resolusi konflik melalui arbitrasi dan sejumlah sanksi yang sebelumnya telah diumumkan atas pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati yang berlaku bagi kedua belah pihak.
Hal yang paling penting dalam penegakan hukum
dalam proses pengadaan barang dan jasa adala h adanya ketegasan, kejelasan dan
keadilan. Selama ini kita lihat dilapangan, hanya pejabat pengadaan dan pejabat
pengelolaan yang dihimbau untuk menegakkan peraturan pengadaan barang dan jasa.
Namun disisi lain pihak pengusaha dan rekanan kurang ditegaskan dan penegakkan
peraturan tersebut. Pada saat proses pelelangan sering ditemukan penawaran yang
tidak wajar. Bila rekanan tersebut akhirnya ditetapkan jadi pemenang lelang,
kegiatan tsb tdk dapat dikerjakan dengan baik sesuai spesifikasi yang telah
ditetapkan dengan alas an dananya tidak mencukupi. Atau pekerjaan ditelantarkan
dengan alas an yang tidak jelas.
Komentar
:
Penerapan Good Corporate Governance Dalam
Pengadaan Barang/Jasa di Instansi Pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi informasi (e-government, e-procurement, information technology) dan
penanda tanganan Pakta Integritas antara pelaku Pengadaan Barang dan Jasa.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar