Nama: Elsa Elida Mastiur
Npm: 12210343
Kelas: 3EA16
Bagaimana penalaran dipergunakan
dalam proses berbahasa?
Penalaran merupakan
bentuk tertinggi dari ke tiga bentuk pemikiran tersebut , sehingga penalaran
akan lebih rumit jika dibandingkan dengan pengertian dan pernyataan
(proporsisi). Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Secara sederhana, penalaran didefenisikan sebagai proses
pengambilan kesimpulan berdasarkan proporsisi – proporsisi yang mendahuluinya.
Penalaran dari aspek teoritis dapat didefinisikan sebagai proses berpikir logis
dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan terhadap
pernyataan atau asersi. Tujuan dari penalaran adalah untuk menentukan secara
logis dan objektif, apakah suatu pernyataan valid (benar atau salah) sehingga
pantas untuk diyakini atau dianut.
METODE DALAM MENALAR
Ada dua jenis metode dalam
menalar yaitu induktif dan deduktif.
1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum.
Hukum yang disimpulkan
difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari
metode berpikir induktif.
2. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah
metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia
konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus)
dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya
hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
MEMAHAMI POLA PENALARAN
Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum / universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.
Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
1. Semua siswa-siswi kelas XII
IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki
peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang
agak nyeleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si
Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.
2. Semua warga RT 5 / RW 3
Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik
Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki
sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu
juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti
berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya
baik.
Apabila kita cermati, kedua
contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang
berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran
seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota
populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang
mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.
Berikut ini adalah contoh kalimat penalaran :
“Pemimpin teroris mengatakan bahwa orang-orang diluar dari orang golongannya
adalah kafir dan halal untuk dibunuh. Kalau kita tanya ke pemimpin teroris,
kenapa Pak pimpinan teroris? Jawabannya, karena tertulis bahwa yang diluar
jalan kita, adalah kafir. Atau mungkin jawaban lainnya, saya ini pimpinan yang
dipilih oleh kekuasaan yang lebih tinggi. Kalian bisa percaya kekuasaan
tertinggi, maka kalian harusnya bisa percaya kata-kata saya.”
Contoh diatas menjelaskan bahwa pemimpin teroris membuat pernyataan. Pernyataan ini digunakan untuk membentuk keyakinan. Pernyataan dari pemipin teroris beserta alasannya perlu kita kaji dengan menggunakan penalaran. Penalaran akan menentukan apakah pernyataan dari pimpinan teroris ini layak untuk kita yakini atau tidak.
Bila dilihat dari definisi teori, maka ada 3 komponen pembentuk penalaran yaitu,
Contoh diatas menjelaskan bahwa pemimpin teroris membuat pernyataan. Pernyataan ini digunakan untuk membentuk keyakinan. Pernyataan dari pemipin teroris beserta alasannya perlu kita kaji dengan menggunakan penalaran. Penalaran akan menentukan apakah pernyataan dari pimpinan teroris ini layak untuk kita yakini atau tidak.
Bila dilihat dari definisi teori, maka ada 3 komponen pembentuk penalaran yaitu,
1. pernyataan (asersi),
Pernyataan merupakan masukan (input) dari penalaran
2. keyakinan, Keyakinan
adalah kebersediaan untuk menerima bahwa suatu asersi adalah benar tanpa
memperhatikan apakah argumen valid atau tidak atau apakah asersi tersebut benar
atau tidak.
3. Argumen , argumen merupakan
proses dari penalaran, yaitu proses saling menginferensikan
pernyataan-pernyataan yang ada. Kemudian, keyakinan bahwa pernyataan konklusi
valid adalah keluaran (output) dari penalaran. Argumen merupakan serangkaian
asersi beserta inferensi atau penyimpulan yang terlibat didalamnya, merupakan
poin penting dalam penalaran. Argumen ini merupakan bukti rasional akan
kebenaran suatu pernyataan. Berarti, argumen berfungsi untuk memelihara,
membentuk, atau mengubah keyakinan.
Argumen induktif adalah argumen yang simpulannya merupakan perampatan atau generalisasi dari keadaan atau pengamatan khusus sebagai premis. Generalisasi menjadikan argumen induktif merupakan argumen ada benarnya (plausible argument) bukan argumen pasti benarnya atau logis (logical argument).
Contoh argumen induktif: Kebanyakan orang Jawa Timur berani bicara. Wardoyo orang Jawa Timur. Kesimpulannya, Wardoyo berani berbicara. Argumen ini boleh jadi benar atau belum tentu benar (untuk meyakinkan, perlu dilekati confidence level, misalnya 95%).
Argumen Analogi: Argumen yang menurunkan konklusi atas dasar kemiripan karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur suatu objek yang disebutkan dalam asersi. Kemiripan ini merupakan hubungan konseptual bukan hubungan fisis atau keidentikan. Analogi ini memiliki kelemahan, karena bagaimanapun juga apa yang dianalogikan memiliki banyak kelemahan. Perbedaan yang melemahkan konklusi sering disembunyikan, padahal perbedaan sering lebih dominan daripada kemiripan.
Argumen Sebab Akibat: Argumen untuk mendukung bahwa perubahan faktor tertentu disebabkan oleh faktor yang lain. Kriteria penyebaban: Faktor sebab bervariasi dengan faktor akibat (efek), faktor sebab terjadi sebelum atau mendahului faktor akibat, tidak ada faktor lain selain faktor sebab yang diidenfikasi.
Argumen induktif adalah argumen yang simpulannya merupakan perampatan atau generalisasi dari keadaan atau pengamatan khusus sebagai premis. Generalisasi menjadikan argumen induktif merupakan argumen ada benarnya (plausible argument) bukan argumen pasti benarnya atau logis (logical argument).
Contoh argumen induktif: Kebanyakan orang Jawa Timur berani bicara. Wardoyo orang Jawa Timur. Kesimpulannya, Wardoyo berani berbicara. Argumen ini boleh jadi benar atau belum tentu benar (untuk meyakinkan, perlu dilekati confidence level, misalnya 95%).
Argumen Analogi: Argumen yang menurunkan konklusi atas dasar kemiripan karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur suatu objek yang disebutkan dalam asersi. Kemiripan ini merupakan hubungan konseptual bukan hubungan fisis atau keidentikan. Analogi ini memiliki kelemahan, karena bagaimanapun juga apa yang dianalogikan memiliki banyak kelemahan. Perbedaan yang melemahkan konklusi sering disembunyikan, padahal perbedaan sering lebih dominan daripada kemiripan.
Argumen Sebab Akibat: Argumen untuk mendukung bahwa perubahan faktor tertentu disebabkan oleh faktor yang lain. Kriteria penyebaban: Faktor sebab bervariasi dengan faktor akibat (efek), faktor sebab terjadi sebelum atau mendahului faktor akibat, tidak ada faktor lain selain faktor sebab yang diidenfikasi.
Penalaran ini juga sering terjadi dalam kehidupan manusia dengan sebutan Salah
Nalar, adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam
menurunkan kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi
berdasarkan pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan
kesimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat
beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan
konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas,
pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta
pengambilan konklusi pasangan.
Penalaran ada juga yang dikenal dengan Penalaran Verbal. Dalam tes
penalaran verbal, biasanya Anda diberi suatu teks informasi dan diminta untuk
menilai satu set pernyataan dengan memilih salah satu dari kemungkinan jawaban
berikut:
A – Benar (Pernyataan secara logis berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
B – Salah (Pernyataan secara logis salah berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
C – Tidak dapat diketahui (Tidak dapat menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah tanpa informasi lebih lanjut)
A – Benar (Pernyataan secara logis berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
B – Salah (Pernyataan secara logis salah berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
C – Tidak dapat diketahui (Tidak dapat menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah tanpa informasi lebih lanjut)
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar