Sabtu, 23 Maret 2013

PENALARAN


Nama:  Elsa Elida Mastiur
Npm:   12210343
Kelas:  3EA16

Bagaimana penalaran dipergunakan dalam proses berbahasa?

Penalaran merupakan bentuk tertinggi dari ke tiga bentuk pemikiran tersebut , sehingga penalaran akan lebih rumit jika dibandingkan dengan pengertian dan pernyataan (proporsisi). Penalaran  adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Secara sederhana, penalaran didefenisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proporsisi – proporsisi yang mendahuluinya. Penalaran dari aspek teoritis dapat didefinisikan sebagai proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan terhadap pernyataan atau asersi. Tujuan dari penalaran adalah untuk menentukan secara logis dan objektif, apakah suatu pernyataan valid (benar atau salah) sehingga pantas untuk diyakini atau dianut.

METODE DALAM MENALAR

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
1. Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
2. Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

MEMAHAMI POLA PENALARAN

Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain.
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum / universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.
Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
1. Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyeleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.
2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.

Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.

Berikut ini adalah  contoh kalimat penalaran :  “Pemimpin teroris mengatakan bahwa orang-orang diluar dari orang golongannya adalah kafir dan halal untuk dibunuh. Kalau kita tanya ke pemimpin teroris, kenapa Pak pimpinan teroris? Jawabannya, karena tertulis bahwa yang diluar jalan kita, adalah kafir. Atau mungkin jawaban lainnya, saya ini pimpinan yang dipilih oleh kekuasaan yang lebih tinggi. Kalian bisa percaya kekuasaan tertinggi, maka kalian harusnya bisa percaya kata-kata saya.”
Contoh diatas menjelaskan bahwa pemimpin teroris membuat pernyataan. Pernyataan ini digunakan untuk membentuk keyakinan. Pernyataan dari pemipin teroris beserta alasannya perlu kita kaji dengan menggunakan penalaran. Penalaran akan menentukan apakah pernyataan dari pimpinan teroris ini layak untuk kita yakini atau tidak.
Bila dilihat dari definisi teori, maka ada 3 komponen pembentuk penalaran yaitu,
1. pernyataan (asersi), Pernyataan merupakan masukan (input) dari penalaran
2. keyakinan,  Keyakinan adalah kebersediaan untuk menerima bahwa suatu asersi adalah benar tanpa memperhatikan apakah argumen valid atau tidak atau apakah asersi tersebut benar atau tidak.
3. Argumen , argumen merupakan proses dari penalaran, yaitu proses saling menginferensikan pernyataan-pernyataan yang ada. Kemudian, keyakinan bahwa pernyataan konklusi valid adalah keluaran (output) dari penalaran. Argumen merupakan serangkaian asersi beserta inferensi atau penyimpulan yang terlibat didalamnya, merupakan poin penting dalam penalaran. Argumen ini merupakan bukti rasional akan kebenaran suatu pernyataan. Berarti, argumen berfungsi untuk memelihara, membentuk, atau mengubah keyakinan.
Argumen induktif adalah argumen yang simpulannya merupakan perampatan atau generalisasi dari keadaan atau pengamatan khusus sebagai premis. Generalisasi menjadikan argumen induktif merupakan argumen ada benarnya (plausible argument) bukan argumen pasti benarnya atau logis (logical argument).
Contoh argumen induktif: Kebanyakan orang Jawa Timur berani bicara. Wardoyo orang Jawa Timur. Kesimpulannya, Wardoyo berani berbicara. Argumen ini boleh jadi benar atau belum tentu benar (untuk meyakinkan, perlu dilekati confidence level, misalnya 95%).
Argumen Analogi: Argumen yang menurunkan konklusi atas dasar kemiripan karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur suatu objek yang disebutkan dalam asersi. Kemiripan ini merupakan hubungan konseptual bukan hubungan fisis atau keidentikan. Analogi ini memiliki kelemahan, karena bagaimanapun juga apa yang dianalogikan memiliki banyak kelemahan. Perbedaan yang melemahkan konklusi sering disembunyikan, padahal perbedaan sering lebih dominan daripada kemiripan.
Argumen Sebab Akibat: Argumen untuk mendukung bahwa perubahan faktor tertentu disebabkan oleh faktor yang lain. Kriteria penyebaban: Faktor sebab bervariasi dengan faktor akibat (efek), faktor sebab terjadi sebelum atau mendahului faktor akibat, tidak ada faktor lain selain faktor sebab yang diidenfikasi.
 
Penalaran ini juga sering terjadi dalam kehidupan manusia dengan sebutan Salah Nalar,  adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.

Penalaran ada juga yang dikenal dengan Penalaran Verbal.  Dalam tes penalaran verbal, biasanya Anda diberi suatu teks informasi dan diminta untuk menilai satu set pernyataan dengan memilih salah satu dari kemungkinan jawaban berikut:
A – Benar (Pernyataan secara logis berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
B – Salah (Pernyataan secara logis salah berdasar informasi atau opini yang terdapat dalam teks)
C – Tidak dapat diketahui (Tidak dapat menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah tanpa informasi lebih lanjut)

REFERENSI:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar